Al Fatah Online - Menyimak sejarah kehidupan seorang tokoh besar itu sepertinya tiada habisnya, selalu mengalirkan inspirasi baru dan pelajaran penuh makna. Apalagi yang dibicarakan adalah tokoh ulama atau kiai besar. Satu di antara sekian banyak tokoh ulama di Indonesia itu adalah al-maghfurlah KH Mahrus Ali (wafat 1985),<> pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo generasi kedua, menantu dari KH Abdul Karim pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Artikel singkat ini hanya bermaksud menyajikan sepenggal fragmen
kecil dari sekian banyaknya fragmen kehidupan KH Mahrus Ali yang meninggalkan
begitu banyak keteladanan bagi generasi setelahnya. Oleh karena itu sesuai
judul di atas, di sini sekadar hendak membabarkan bagaimana strategi atau
metode belajar Kiai Mahrus Ali berdasarkan penuturan beberapa saksi sejarah
yang masih menjumpai (menangi)
beliau.
Salah satu murid dekat beliau, yaitu KH Mustofa Bisri (Gus Mus)
bercerita bahwa Kiai Mahrus Ali ketika belajar di pondok menggunakan sistem nazar.
Misalnya, membuat komitmen pada diri sendiri, seperti, "saya tidak akan
keluar kamar sebelum hafal Alfiah, saya tidak akan pakai baju, sebelum
menguasai materi bab ini, dan begitu seterusnya".
Almaghfurlah KH A Idris Marzuki saat diwawancarai tim
penulis buku Pesantren Lirboyo,
Sejarah, Peristiwa, Fenomena dan Legenda, tahun 2010, menguatkan pernyataan yang disampaikan Gus Mus di
atas. Beliau menuturkan bahwa Kiai Mahrus Ali itu sangat kuat dalam memaksa dan
menahan diri supaya bisamempeng (sangat tekun belajar). Kiai
Mahrus mereka-reka sendiri, menciptakan pula metode sendiri dalam belajar. Saat
masih nyantri, Mbah Kiai Mahrus membangun sebuah kamar yang didesain supaya
jika beliau sudah memasukinya akan kesulitan keluar dari ruangan itu. Hal
tersebut ia lakukan agar benar-benar dapat fokus muthalaah dan belajar. Jadi model beliau
menguasai suatu disiplin ilmu di antaranya seperti itu. Semua keinginan hawa
nafsunya ditahan sedemikian rupa.
Selain itu, KH. Yasin Asmuni, pengasuh Pondok Pesantren
Hidayatul Tullab Petuk Semen Kediri, juga memiliki kenangan khusus saat ia
dahulu ikut ngaji dengan Mbah Kiai Mahrus. Kiai Mahrus ketika mengaji, kata
Kiai Yasin, seperti halnya seorang syaarih (komentator
kitab). Tidak jarang beliau mengatakan,wahadza
dha'ifun, wa hadza mu'tamadun (pendapat
ini argumentasinya lemahdan pendapat yang ini kokoh argumentasinya). Bahkan
kala itu beliau kerap curiga dengan redaksi yang ada dan mengatakan la'alla showab begini.
Di lain sisi, tambah KH. Yasin Asmuni, setiap beliau
menyebut nama mushannif (pengarang
kitab), pasti doarahimakumullah selalu beliau lantunkan. Itu
menandakan betapa penghormatan Kiai Mahrus Ali pada seorang guru begitu besar.
Selanjutnya, Kiai Mahrus Ali dikenal juga sebagai kiai yang suka
ikut ngaji pasaran di Bulan Ramadahan ke berbagai pondok pesantren. Bahkan
budaya ikut ngaji pasaran ini tetap beliau jalankan meskipun sudah menjadi kiai
kharismatik dan mempunyai anak.
Sementara itu, menurut KH Anwar Mansur, menantu Kiai Mahrus,
keteladanan Mbah Kiai Mahrus yang perlu kita ikuti adalah kemempengannya (kesungguhannya) dan
proporsionalitas serta konsistensi beliau dalam mengatur dan menggunakan waktu.
Aktivitas keseharian beliau dijadwal secara teratur. Mulai waktu untuk istirahat,
untuk shalat tahajud, waktu muthalaah (mengkaji
ulang pelajaran), sampai waktu khusus yang dialokasikan untuk mengulang
pelajaran sehabis shalat Subuh. Bagi Mbah Mahrus,waktu merupakan sesuatu yang
tidak ternilai harganya, sehingga beliau seproporsional mungkin dalam mengatur
waktu. Jadi ada waktu-waktu khusus yang beliau alokasikan seperti waktu untuk
menghapal jam berapa, waktu nderesjam berapa, serta waktu istirahtpun beliau
perhatikan.
Demikian selintas dari sebagian metode dan karakter KH Mahrus
Ali ketika belajar dan mengaji. Salah satu nasihat bijak masyayiikh (guru-guru sepuh) menyatakan,
"melihat seorang tokoh besar itu jangan cuma ketika ia telah menjadi tokoh
besar (nihayah) saja, tetapi lihat pula bagaimana mereka saat
menjalani proses panjang (bidayah)
sebelum mereka sukses dan berhasil menjadi seorang tokoh." Spirit maqalah itu pula yang kami tuju dari
tulisan pendek sederhana ini.
Oleh M. Haromain, alumnus MHM Lirboyo 2010, dan anggota
tim penulis buku “Pesantren Lirboyo, Sejarah, Peristiwa, Fenomena dan Legenda,
terbit 2010 pada peringatan satu abad PP. Lirboyo. Data dalam tulisan ini
diambil dari buku tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar